Pencarian

Rabu, 02 Oktober 2013

Subjek dan Objek Hukum



Subjek hukum dan Objek hukum

Pengertian Subjek Hukum

            Subyek hukum ialah pemegang hak dan kewajiban menurut hukum atau segala pendukung hak dan kewajiban menurut hukum.Setiap manusia baik warga negara maupun orang asing adalah subjek hukum. Jadi dapat dikatakan, bahwa setiap manusia adalah subjek hukum sejak ia dilahirkan sampai meninggal dunia; bahkan seorang anak yang masih dalam kandungan ibunya dapat dianggap sebagai pembawa hak (dianggap telah lahir) jika kepentinganya memerlukanya atau menghendakinya untuk menjadi ahli waris. Dalam kehidupan sehari-hari, yang menjadi subyek hukum dalam sistem hukum Indonesia, yang sudah tentu bertitik tolak dari sistem hukum Belanda, ialah individu (orang) dan badan hukum (perusahaan, organisasi, institusi).

Dalam hukum, perkataan orang (persoon) berarti pembawa hak dan kewajiban (subyek) di dalam hukum. Dimaksud dengan orang atau subyek hukum, dapat diartikan sebagai manusia (naturlijkpersoon) atau badan hukum (rechtspersoon).

Manusia biasa ( Naturlijke Person )

 Manusia sebagai subyek hukum telah mempunyai hak dan mampu menjalankan haknya dan dijamin oleh hukum yang berlaku dalam hal itu menurut pasal 1 KUH Perdata menyatakan bahwa menikmati hak kewarganegaraan tidak tergantung pada hak kewarganegaraan. Setiap manusia pribadi (natuurlijke persoon) sesuai dengan hukum dianggap cakap bertindak sebagai subyek hukum, meskipun menurut hukum sekarang ini, setiap orang tanpa terkecuali dapat memiliki hak-haknya, akan tetapi dalam hukum tidak semua orang dapat diperbolehkan melakukan tindakan sendiri di dalam melaksanakan hak – hak nya itu. Mereka digolongkan sebagai orang yang “tidak cakap” atau “kurang cakap” untuk bertindak sendiri dalam melakukan perbuatan – perbuatan hukum (mereka disebut handelings - onbekwaam ), sehingga mereka harus diwakilkan atau dibantu oleh orang lain.

Menurut kitab Undang – Undang Hukum Perdata pasal 1330, mereka yang oleh hukum dinyatakan tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum sendiri ialah :

·         Orang yang belum dewasa.
·         Orang yang ditaruh di bawah pengampunan (curatele), seperti orang dungu, orang yang sakit ingatan, dan orang boros.
·         Orang perempuan dalam pernikahan (wanita kawin)

Badan Hukum

            Selain manusia sebagai subjek hukum, di dalam hukum terdapat pula badan hukum yang dapat juga memiliki hak- hak dalam perbuatan hukum. Badan hukum merupakan badan-badan atau perkumpulan. Badan hukum yakni orang yang diciptakan oleh hukum. Oleh karena itu, badan hukum sebagai subjek hukum dapat bertindak hukum (melakukan perbuatan hukum) seperti manusia.
Dengan demikian, badan hukum dapat melakukan persetujuan-persetujuan, memiliki kekayaan yang sama sekali terlepas dari kekayaan anggota-anggotanya. Oleh karena itu, badan hukum dapat bertindak dengan perantaraan pengurus-pengurusnya.Badan hukum juga dapat digugat dan dapat juga menggugat di muka hakim.

Apabila suatu perkumpulan ingin mendapatkan pengesahan sebagai badan hukum bisa dengan cara sbb :
1.      Didirikan dengan Akta Notaris.
2.      Didaftarkan di Kantor Pengadilan Negara setempat.
3.      Memiliki pengesahan Anggaran Dasar kepada Menteri HAM dan Kehakiman. sedangkan khusus untuk badan hukum dana pensiun pengesahan anggaran dasarnya dilakukan Menteri Keuangan.
4.      Diumumkan oleh Negara.


Badan hukum dibedakan dalam dua bentuk, yakni badan hukum publik dan badan hukum privat.

Badan Hukum Publik (Publiek Rechts Persoon)

 Adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan publik untuk yang menyangkut kepentingan publik atau orang banyak atau negara umumnya. Dengan demikian badan hukum publik merupakan badan hukum negara yang dibentuk oleh yang berkuasa berdasarkan perundang-undangan yang dijalankan secara fungsional oleh eksekutif (Pemerintah) atau badan pengurus yang diberikan tugas untuk itu, seperti Negara Republik Indonesia, Pemerintah Daerah tingkat I (provinsi) dan II (kabupaten), Bank Indonesia dan Perusahaan Negara.


Badan Hukum Privat (Privat Recths Persoon)

 Badan Hukum Privat (Privat Recths Persoon) adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum sipil atau perdata yang menyangkut kepentingan banyak orang di dalam badan hukum itu. Dengan demikian badan hukum privat merupakan badan hukum swasta yang didirikan orang untuk tujuan tertentu yakni keuntungan, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan lain-lain menurut hukum yang berlaku secara sah misalnya perseroan terbatas, koperasi, yayasan, badan amal.

Batasan Usia Subyek Hukum
Usia dewasa bagi sebagian remaja merupakan suatu prestasi tersendiri, yang patut dirayakan. Secara awam, jika seseorang sudah merayakan ulang tahunnya yang ke-17 th, dan sudah berhak memegang KTP atau memiliki SIM sendiri, dianggap sudah dewasa. Artinya dia sudah berubah dari anak-anak menjadi dewasa dan sudah bisa bertanggung jawab atas dirinya sendiri. Di mata hukum, batas usia dewasa seseorang menjadi penting, karena hal tersebut berkaitan dengan boleh/tidaknya orang tersebut melakukan perbuatan hukum, ataupun diperlakukan sebagai subjek hukum. Artinya, sejak seseorang mengalami usia dewasanya, dia berhak untuk membuat perjanjian dengan orang lain, melakukan perbuatan hukum tertentu, misalnya menjual/membeli harta tetap atas namanya sendiri, semuanya tanpa bantuan dari orang tuanya selaku wali ayah atau wali ibunya.
Menurut Undang Perkawinan No. 1/1974 dan KUHPerdata, seseorang dianggap dewasa jika sudah berusia 21 tahun atau sudah (pernah) menikah. Bertahun2 batas usia dewasa tersebut di ikuti oleh seluruh ahli hukum di Indonesia. Sehingga, jika ada tanah & bangunan yang terdaftar atas nama seorang anak yang belum berusia 21 tahun, maka untuk melakukan tindakan penjualan atas tanah dan bangunan tersebut dibutuhkan izin/penetapan dari Pengadilan negeri setempat. Demikian pula untuk melakukan tindakan pendirian suatu PT/CV/FIRMA/YAYASAN, jika salah seorang pendirinya adalah seseorang yang belum berusia 21th, harus diwakili oleh salah satu orang tuanya.
Namun, sejak tanggal 6 Oktober 2004 dengan diundangkannya UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, terdapat pergeseran dalam menentukan usia dewasa. Dalam pasal 39 ayat 1 disebutkan bahwa :

Penghadap harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1.      Paling sedikit berusia 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah.
2.      Cakap melakukan perbuatan hukum.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sejak diterbitkannya UU no. 30/2004 tersebut, maka setiap orang yang sudah berusia 18th atau sudah menikah, dianggap sudah dewasa, dan berhak untuk bertindak selaku subjek hukum.

Pengertian Objek Hukum

Objek hukum menurut pasal 499 KUH Perdata tentang kebendaan, yakni benda adalah segala sesuatu yang berguna bagi subjek hukum atau segala sesuatu yang menjadi pokok permasalahan dan kepentingan bagi para subjek hukum atau segala sesuatu yang dapat menjadi objek dari hak milik.
Kemudian, berdasarkan pasal 503-504 KUH Perdata disebutkan bahwa benda dapat dibagi menjadi 2, yakni :
Benda yang bersifat kebendaan
Benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen) adalah suatu benda yang sifatnya dapat dilihat, diraba, dirasakan dengan panca indera, terdiri dari benda berubah / berwujud, meliputi
  1. Benda bergerak / tidak tetap, berupa benda yang dapat dihabiskan dan benda yang tidak dapat dihabiskan.
Dibedakan menjadi sebagai berikut :
-          Benda bergerak karena sifatnya, menurut pasal 509 KUH Perdata adalah benda yang dapat dipindahkan, misalnya meja, kursi, dan yang dapat berpindah sendiri contohnya ternak.
-          Benda bergerak karena ketentuan undang-undang, menurut pasal 511 KUH Perdata adalah hak-hak atas benda bergerak, misalnya hak memungut hasil (Uruchtgebruik) atas benda-benda bergerak, hak pakai (Gebruik) atas benda bergerak, dan saham-saham perseroan terbatas.
2.      Benda tidak bergerak
Benda tidak bergerak dapat dibedakan menjadi sebagai berikut :
-          Benda tidak bergerak karena sifatnya, yakni tanah dan segala sesuatu yang melekat diatasnya, misalnya pohon, tumbuh-tumbuhan, area, dan patung.
-          Benda tidak bergerak karena tujuannya yakni mesin alat-alat yang dipakai dalam pabrik. Mesin senebar benda bergerak, tetapi yang oleh pemakainya dihubungkan atau dikaitkan pada bergerak yang merupakan benda pokok.
-          Benda tidak bergerak karena ketentuan undang-undang, ini berwujud hak-hak atas benda-benda yang tidak bergerak misalnya hak memungut hasil atas benda yang tidak dapat bergerak, hak pakai atas benda tidak bergerak dan hipotik.
Benda yang bersifat tidak kebendaan
Hak kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan hutang ( hak jamin ) yang melekat pada kreditur yang memberikan kewenangan untuk melakukan eksekusi kepada benda yang dijadikan jaminan jika debitur melakukan wanprestasi terhadap suatu prestasi (perjanjian).
Dengan demikian, membedakan benda bergerak dan tidak bergerak ini penting, artinya karena berhubungan dengan 4 hal, yakni :
  1. Pemilikan (Bezit)
Pemilikan (Bezit) yakni dalam hal benda bergerak berlaku azas yang tercantum dalam pasal 1977 KUH Perdata, yaitu berzitter dari barang bergerak adalah pemilik (eigenaar) dari barang tersebut. Sedangkan untuk barang tidak bergerak tidak demikian halnya.
2.      Penyerahan (Levering)
Penyerahan (Levering) yakni terhadap benda bergerak dapat dilakukan penyerahan secara nyata (hand by hand) atau dari tangan ke tangan, sedangkan untuk benda tidak bergerak dilakukan balik nama.
3.      Daluwarsa (Verjaring)
Daluwarsa (Verjaring) yakni untuk benda-benda bergerak tidak mengenal daluwarsa, sebab bezit di sini sama dengan pemilikan (eigendom) atas benda bergerak tersebut sedangkan untuk benda-benda tidak bergerak mengenal adanya daluwarsa.
4.      Pembebanan (Bezwaring)
Pembebanan (Bezwaring) yakni tehadap benda bergerak dilakukan pand (gadai, fidusia) sedangkan untuk benda tidak bergerak dengan hipotik adalah hak tanggungan untuk tanah serta benda-benda selain tanah digunakan fidusia.
Benda yang bersifat tidak kebendaan adalah suatu benda yang hanya dirasakan oleh panca indra saja (tidak dapat dilihat) dan kemudian dapat direalisasikan menjadi suatu kenyataan, contoh merek perusahaan, paten, ciptaan musik.

Berdasarkan uraian di atas maka di dalam KUH Perdata benda dapat dibedakan menjadi :

v  Barang wujud dan barang tidak berwujud,
v  Barang bergerak dan barang tidak bergerak,
v  Barang dapat dipakai habis dan barang tidak dapat dipakai habis,
v  Barang yang sudah ada dan barang yang masih akan ada,
v  Barang uang dalam perdagangan dan barang diluar perdagangan,
v  Barang yang dapat dibagi dan barang yang tidak dapat dibagi.

Dengan kata lain objek hukum adalah segala sesuatu yang bermanfaat bagi subjek hukum dan dapat menjadi objek dalam suatu hubungan hukum. Dimisalkan  mengenai benda – benda ekonomi, yaitu benda – benda yang untuk dapat diperoleh manusia memerlukan “ pengorbanan ” dahulu sebelum bisa mendapatkan benda tersebut. Hal pengorbanan dan prosedur perolehan benda – benda tersebutlah yang menjadi sasaran pengaturan hukum dan merupakan perwujudan dari hak- hak dan kewajiban subjek hukum yang bersangkutan sehingga benda – benda ekonomi tersebut menjadi objek hukum. Sebaliknya benda – benda non ekonomi tidak diperlukan pengorbanan untuk mendapatkanya mengingat benda – benda tersebut dapat diperoleh secara bebas dan tidak terbatas karena disediakan oleh alam. Akibatnya, dalam hal ini tidak ada yang perlu diatur oleh hukum. Karena itulah benda – benda non ekonomi tidak termasuk objek hukum. Misalnya sinar matahari, air hujan, hembusan angin, aliran air dari pegunungan yang terus mengalir melalui sungai- sungai. Untuk memperoleh itu semua kita tidak perlu membayar atau melakukan pengorbanan apapun juga, mengingat jumlahnya yang tidak terbatas dan selalu ada. Lain halnya dengan benda – benda ekonomi yang  jumlahnya terbatas dan tidak selalu ada, sehingga untuk memperolehnya diperlukan suatu pengorbanan.

DAFTAR PUSTAKA
Drs. C.S.T. Kansil, S.H, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Negara. Balai Pustaka Jakarta 1986
Prof. R. Subekti, S.H. R. Tjitrosudibio, Kitab Undang – Undang Hukum Perdata ( Cetakan ke 34 edisi revisi ) PT. Pradnya Paramita Jakarta
Kartika S,Elsi dan Advendi, Hukum Dalam Ekonomi (Edisi II Revisi). Jakarta : Grasindo.
Soekanto, Soerjono,.(1993) Sendi-sendi Ilmu Hukum dan Tata Hukum, Bandung: Citra Aditya.
Http://galuhwardhani.wordpress.com/2010/03/08/materi-subjek-dan-objek-hukum.