Pencarian

Sabtu, 05 Oktober 2013

Makalah Subjek Hukum Internasional



https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhmdR2a8BrKldME5jQFc2Rgq0JqdX-dIsVY8YjVu6QyNUAw73pmRINwlsKG21B6EPGjS3l6myEN0j6BzVjgwBll_Nyct-KgnGRoiDpc3pDGqqnMWiSQnZhbPu304CQA0gAk_9gt7bHS2op0/s1600/2302111201_hukum-internasional.jpg
BAB I PENDAHULUAN
A.           LATAR BELAKANG
Pada dasarnya yang dimaksud hukum internasional dalam pembahasan ini adalah hukum internasional publik, karena dalam penerapannya, hukum internasional terbagi menjadi dua, yaitu: hukum internasional publik dan hukum perdata internasional. Hukum internasional publik adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara, yang bukan bersifat perdata. Sedangkan hukum perdata internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan perdata yang melintasi batas negara, dengan perkataan lain, hukum yang mengatur hubungan hukum perdata antara para pelaku hukum yang masing-masing tunduk pada hukum perdata yang berbeda.[1]
Awalnya, beberapa sarjana mengemukakan pendapatnya mengenai definisi dari hukum internasional, antara lain yang dikemukakan oleh Grotius dalam bukunya De Jure Belli ac Pacis (Perihal Perang dan Damai). Menurutnya “hukum dan hubungan internasional didasarkan pada kemauan bebas dan persetujuan beberapa atau semua negara. Ini ditujukan demi kepentingan bersama dari mereka yang menyatakan diri di dalamnya ”. Sedang menurut Akehurst : “hukum internasional adalah sistem hukum yang di bentuk dari hubungan antara negara-negara”
Definisi hukum internasional yang diberikan oleh pakar-pakar hukum terkenal di masa lalu, termasuk Grotius atau Akehurst, terbatas pada negara sebagai satu-satunya pelaku hukum dan tidak memasukkan subjek-subjek hukum lainnya.
Salah satu definisi yang lebih lengkap yang dikemukakan oleh para sarjana mengenai hukum internasional adalah definisi yang dibuat oleh Charles Cheny Hyde :
“ hukum internasional dapat didefinisikan sebagai sekumpulan hukum yang sebagian besar terdiri atas prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh negara-negara, dan oleh karena itu juga harus ditaati dalam hubungan-hubungan antara mereka satu dengan lainnya, serta yang juga mencakup :
  1. organisasi internasional, hubungan antara organisasi internasional satu dengan lainnya, hubungan peraturan-peraturan hukum yang berkenaan dengan fungsi-fungsi lembaga atau antara organisasi internasional dengan negara atau negara-negara ; dan hubungan antara organisasi internasional dengan individu atau individu-individu ;
  2. peraturan-peraturan hukum tertentu yang berkenaan dengan individu-individu dan subyek-subyek hukum bukan negara (non-state entities) sepanjang hak-hak dan kewajiban-kewajiban individu dan subyek hukum bukan negara tersebut bersangkut paut dengan masalah masyarakat internasional”[2]
Sejalan dengan definisi yang dikeluarkan Hyde, Mochtar Kusumaatmadja mengartikan ’’hukum internasional sebagai keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas negara, antara negara dengan negara dan negara dengan subjek hukum lain bukan negara atau subyek hukum bukan negara satu sama lain’’.[3]
Berdasarkan pada definisi-definisi di atas, secara sepintas sudah diperoleh gambaran umum tentang ruang lingkup dan substansi dari hukum internasional, yang di dalamnya terkandung unsur subyek atau pelaku, hubungan-hubungan hukum antar subyek atau pelaku, serta hal-hal atau obyek yang tercakup dalam pengaturannya, serta prinsip-prinsip dan kaidah atau peraturan-peraturan hukumnya.
Sedangkan mengenai subyek hukumnya, tampak bahwa negara tidak lagi menjadi satu-satunya subyek hukum internasional, sebagaimana pernah jadi pandangan yang berlaku umum di kalangan para sarjana sebelumnya. Untuk mengkaji lebih jauh mengenai subjek-subjek hukum internasional selain Negara tersebut, maka berikut ini adalah materi tentang subjek hukum internasional yang penulis rangkum dari beberapa sumber.

B.            TUJUAN PEMBAHASAN
Ø  Agar dapat memahami apa yang dimaksud dengan subjek hukum Internasional;
Ø  Agar memahami macam – macam subjek hukum internasional;

BAB II PEMBAHASAN
1.             DEFINISI SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL
Banyak berbagai ahli memberikan definisi mengenai apa yang dimaksud dengan subjek hukum internasional. Secara umum Subyek hukum diartikan sebagai pendukung hak dan kewajiban, jadi pengertian subyek hukum internasional adalah pendukung hak dan kewajiban dalam hukum internasional. Pendukung hak dan kewajiban dalam hukum internasional dewasa ini ternyata tidak terbatas pada Negara tetapi juga meliputi  subyek hukum internasional lainnya. Hal ini dikarenakan dewasa ini sering dengan tingkat kemajuan di bidang teknologi, telekomunikasi dan ransportasi dimana kebutuhan manusia semakin meningkat cepat sehingga menimbulkan interaksi yang semakin kompleks.
Munculnya organisasi-organisasi Internasional baik yang bersifat bilateral, regional maupun multilateral dengan berbagai kepentingan dan latar belakang yang mendasari pada akhirnya mampu untuk dianggap sebagai subyek hukum internasional. Begitu juga dengan keberadaan individu atau kelompok individu (belligerent) yang pada akhirnya dapat pula diakui sebagai subyek hukum Internasional.
Dapat disimpulkan bahwa Subjek Hukum Internasional adalah semua pihak yang dapat dibebani oleh hak dan kewajiban yang diatur oleh Hukum Internasional. Hak dan kewajiban tersebut berasal dari semua ketentuan baik yang bersifat formal ataupun non-formal dari perjanjian internasional ataupun dari kebiasaan internasional.[4]
Subyek Hukum Internasional dapat diartikan sebagai negara atau kesatuan-kesatuan bukan negara yang dalam keadaan tertentu memiliki kemampuan untuk  menjadi pendukung hak dan kewajiban berdasarkan Hukum Internasional.  Kemampuan untuk menjadi pendukung hak dan kewajiban ( Legal capacity) ini antara lain meliputi :
  1. Kemampuan untuk mengajukan klaim-klaim (How to make claims).
  2. Kemampuan untuk mengadakan dan membuat perjanjian-perjanjian (How to make agreements)
  3. Kemampuan untuk  mempertahankan hak miliknya serta memiliki kekebalan-kekebalan (To enjoy of privileges and immunities)
Kemampuan untuk menjadi pendukung hak dan kewajiban bagi subyek hukum Internasional dapat ditinjau dari dua aspek yaitu:
  1. Dasar Hukum Berdirinya
  2. Advisory opinion atau berdasarkan Keputusan atau Pendapat  “International Court of justice
Dengan meninjau dua aspek di atas maka legal capacity dari subyek hukum Internasional dalam bentuknya yang modern dimana subyek hukum internasional tidak hanya terbatas pada negara sebagai satu-satunya subyek hukum internasional (pandangan klasik), maka kiranya perlu dikemukakan beberapa subyek hukum internasional yang merupakan kesatuan-kesatuan bukan negara khususnya mengenai legal capacity nya.
2.         Bentuk - Bentuk Subjek Hukum Internasional
Berdasarkan definisi subjek hukum internasional yang telah diuraikan di atas maka dapat kita ketahui bahwa yang menjadi subyek hukum Internasional meliputi:
  1. Negara yang Berdaulat
  2. Gabungan Negara-Negara
  3. Tahta Suci Vatikan
  4. Organisasi Internasional (OI) baik yang Bilateral, Regional maupun Multilateral
  5. Palang Merah Internasional
  6. Individu
  7. Pemberontak (Belligerent) atau Pihak Yang bersengketa
A.           NEGARA YANG BERDAULAT
Negara merupakan subjek hukum terpenting dibanding dengan subjek hukum internasional lainnya. Banyak sarjana yang memberikan definisi terhadap negara, antara lain  C. Humprey Wadlock yang memberi pengertian negara sebagai suatu lembaga (institution), atau suatu wadah di mana manusia mencapai tujuan-tujuannya dan dapat melaksanakan kegiatan-kegiatannya.
Sedangkan Fenwich mendefinisikan negara sebagai suatu masyarakat politik yang diorganisasikan secara tetap, menduduki suatu daerah tertentu, dan hidup dalam batas-batas daerah tersebut, bebas dari negara lain, sehingga dapat bertindak sebagai badan yang merdeka di muka bumi.
I Wayan Parthiana menjelaskan negara adalah subjek hukum internasional yang memiliki kemampuan penuh (full capacity) untuk mengadakan atau duduk sebagai pihak dalam suatu perjanjian internasional.
Menurut Henry C. Black, negara adalah sekumpulan orang yang secara permanen menempati suatu wilayah yang tetap, diikat oleh ketentuan-ketentuan hukum (binding by law), yang melalui pemerintahannya, mampu menjalankan kedaulatannya yang merdeka dan mengawasi masyarakat dan harta bendanya dalam wilayah perbatasannya, mampu menyatakan perang dan damai, serta mampu mengadakan hubungan internasional dengan masyarakat internasional lainnya.
Dari sekian banyak definisi yang dikemukakan para ahli, ada satu patokan standar atau unsur trandisional untuk disebut sebagai negara, seperti yang tercantum dalam Pasal 1 Konvensi Montevideo  (Pan American) The Convention on Rights and Duties of State of 1933.

    • The state is a person of international law should phases the following qualifications :
    • Permanent population;
    • defined territory;
    • legal government; and
    • capacity to enter into international relations with the other states.
Hal itu dapat diterjemahkan negara sebagai pribadi hukum internasional harus memiliki syarat-syarat atau unsur - unsur konstitutif sebagai berikut:
a.        Penduduk yang tetap,
Penduduk merupakan kumpulan individu-individu yang terdiri dari dua kelamin tanpa memandang suku, bahasa, agama dan kebudayaan yang hidup dalam suatu masyarakat dan yang terikat dalam suatu Negara melalui hubungan yuridik dan politik yang diwujudkan dalam bentuk kewarganegaraan. Penduduk merupakan unsure pokok bagi pembentukan suatu Negara. Suatu pulau atau suatu wilayah tanpa penduduk tidak mungkin menjadi suatu Negara. Dalam unsure kependudukan ini harus ada unsur kediaman secara tetap. Penduduk yang tidak mendiami suatu wilayah secara tetap dan selalu berkelana (normal) tidak dapat dinamakan penduduk sebagai unsure konstitutif pembentukan negara. Sebagaimana telah disinggung di atas, yang mengikat seseorang dengan negaranya ialah kewarganegaraan yang ditetapkan oleh masing-masing hukum nasional. Pada umumnya ada tiga cara penetapan kewarganegaraan sesuai hukum nasional  yaitu :
  Jus Sanguinis
Ini adalah cara penetapan kewarganegaraan melalui keturunan. Menurut cara ini, kewarganegaraan anak ditentukan oleh kewarganegaraan orang tua mereka.
  Jus Soli
Menurut sistem ini kewarganegaraan seseorang ditentukan oleh tempat kelahirannya dan bukan kewarganegaraan orang tuanya.
  Naturalisasi
Suatu Negara memberikan kemungkinan bagi warga Negara asing untu memperoleh kewarganegaraan setempat setelah memenuhi syarat-syarat tertentu seperti setelah mendiami Negara tersebut dalam waktu yang cukup lama ataupun melalui perkawinan.
b. Wilayah yang tertentu,
Adanya suatu wilayah tertentu mutlak bagi pembentukan suatu Negara , tidak mungkin ada suatu Negara tanpa wilayah tempat bermukimnya penduduk Negara tersebut.  Hukum Internasional tidak menentukan syarat seberapa harusnya luas suatu wilayah untuk dapat dianggap sebagai unsure konstitutif suatu Negara. Demikian juga wilayah suatu Negara tidak selalu harus merupakan satu kesatuan dan dapat terdiri dari bagian-bagian yang berada di kawasan yang berbeda. Keadaan ini sering terjadi pada Negara-negara yang mempunyai wilayah-wilayah seberang lautan
c. Pemerintahan,
Negara memerlukan sejumlah organ untuk mewakili dan menyalurkan kehendaknya. Bagi hukum internasional, suatu wilayah yang tidak memiliki pemerintahan dianggap bukan negara dalam arti kata yang sebenarnya. Pemerintah adalah badan eksekutif dalam negara yang dibentuk melalui prosedur konstitusional untuk menyelenggarakan kegiatan-kegiatan yang ditugaskan rakyat kepadanya. Pemerintahan adalah syarat utama dan terpenting untuk eksistensi suatu negara. Tatanan organisasi dalam suatu negara diperlukan, yang nantinya akan mengatur dan menjaga eksistensi negara tersebut, maka pemerintahan mutlak harus ada dalam suatu negara. Pemerintahan yang harus ada dalam suatu negara adalah pemerintahan yang stabil, memerintah menurut hukum nasional negaranya, dan pemerintah tersebut haruslah terorganisir dengan baik (well organized government) 
d. Kemampuan untuk melakukan hubungan-hubungan dengan negara lain.
Menurut hukum internasional dan hubungan internasional, kecakapan negara dalam melakukan hubungan internasional adalah suatu keharusan bagi suatu negara untuk memperoleh keanggotaan masyarakat internasional dan subjek hukum internasional. Hal inilah yang membedakan negara berdaulat dengan negara-negara bagian, atau negara protektorat yang hanya mampu mengurus masalah dalam negerinya, tetapi tidak dapat melakukan hubungan-hubungan internasional dan tidak diakui oleh negara-negara lain sebagai subjek hukum internasional yang sepenuhnya mandiri. Negara bukan pula harus identik dengan suatu ras, rumpun, atau bangsa tertentu, meski identitas demikian mungkin juga ada. Hans Kelsen mengemukakan bahwa negara hanyalah pemikiran teknis yang menyatakan bahwa sekumpulan aturan-aturan hukum tertentu yang berdiam di wilayah teritorial tertentu. Negara sebagai subjek hukum internasional merupakan pengemban hak dan kewajiban yang diatur oleh hukum internasional, baik ditinjau secara faktual maupun secara historis, dan hukum internasional itu sendiri adalah sebagaian besar terdiri atas hubungan hukum antara negara dengan negara.
Sesuai konsep hukum Internasional, kedaulatan memiliki tiga aspek utama yaitu :
ü Aspek Ekstren Kedaulatan, adalah hak bagi setiap negara untuk secara bebas menentukan hubungannya dengan berbagai negara atau elompok-kelompok lain tanpa kekangan, tekanan atau pengawasan dari negara lain
ü Aspek Intern Kedaulatan, ialah hak atau wewenang eksklusif suatu negara untuk menentukan bentuk lembaga-lembaganya, cara kerja lembaga-lembaga tersebut dan hak untuk membuatundang-undang yang diinginkannya serta tindakan-tindakan untuk mematuhi.
ü Aspek Teritorial berarti kekuasaan penuh dan eksklusif yang dimiliki oleh negara atas individu-individu dan benda-benda yang terdapat di wilayah tersebut.
Upaya masyarakat internasional mempersoalkan hak-hak dan kewajiban negara telah dimulai sejak abad ke-17 dengan landasan teori kontrak sosial. Kemudian pada tahun 1916, American Istitute of International Law (AIIL) mengadakan seminar dan menghasilkan Declaration of the Rights and Duties of Nations, yang disusul dengan sebuah kajian yang berjudul Fundamental Rights and Duties of American Republics, dan sampai diselesaikannya Konvensi Montevideo tahun 1933. Hasil Konvensi Montevideo 1933 kemudian menjadi rancangan deklarasi tentang Hak dan Kewajiban Negara-negara yang disusun oleh Komisi Hukum Internasional (International Law Committee) Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1949. Namun komisi tersebut tidak pernah menghasilkan urutan yang memuaskan negara-negara.
Pada intinya, pernyataan bahwa negara adalah subyek hukum internasional yang utama adalah:
§      Hukum Internasional megatur hak-hak dan kewajiban-kewajiban negara, sehingga yang 
harus diurus oleh hukum internasional terutama adalah negara.
§   Perjanjian Internasional merupakan sumber hukum Internasional yang utama dimana 
negara yang paling berperan menciptakannya sehingga secara tidak langsung negara adalah 
subyek hukum internasional yang utama.
Deklarasi prinsip-prinsip mengenai hak-hak dan kewajiban negara yang terkandung dalam rancangan tersebut adalah sebagai berikut :
Hak-hak negara :
§  Hak atas kemerdekaan (Pasal 1);
§  Hak untuk melaksanakan jurisdiksi terhadap wilayah, orang, dan benda yang berada dalam
wilayahnya (Pasal 2);
§   Hak untuk mendapatkan kedudukan hukum yang sama dengan negara lain (Pasal 5);
§   Hak untuk menjalankan pertahanan diri sendiri atau kolektif (Pasal 12).
Kewajiban-kewajiban negara :
§      Kewajiban untuk tidak melakukan intervensi terhadap masalah-masalah yang terjadi di negara lain (Pasal 3);
§      Kewajiban untuk tidak menggerakan pergolakan sipil di negara lain (Pasal 4);
§      Kewajiban untuk memperlakukan semua orang yang ada di  wilayahnya dengan memperhatikan hak-hak asasi manusia (Pasal 6);
§      Kewajiban untuk menjaga wilayahnya agar tidak membahayakan perdamaian dan keamanan internasional (Pasal 7);
§      Kewajiban untuk menyelesaikan sengketa secara damai (Pasal 8);
§      Kewajiban untuk tidak menggunakan kekuatan atau ancaman  senjata (Pasal 9);
§      Kewajiban untuk membantu terlaksananya Pasal 9 di atas;
§      Kewajiban untuk tidak mengakui wilayah-wilayah yang diperoleh  melalui cara-cara kekerasan (9 Pasal 12);
§      Kewajiban untuk melaksanakan kewajiban internasional dengan itikad baik (Pasal 13); dan
§      Kewajiban untuk mengadakan hubungan dengan negara-negara lain sesuai dengan hukum internasional (Pasal 14).
Hak-hak dasar yang paling sering ditekankan adalah kemerdekaan dan persamaan kedudukan negara-negara, jurisdiksi teritorial, dan hak untuk membela diri atau menyelamatkan diri. Kewajiban dasar yang paling dipertahankan adalah kewajiban untuk tidak menggunakan perang sebagai alat melaksanaan kewajiban yang digariskan dalam perjanjian dan kewajiban untuk tidak campur tangan dalam urusan negara lain

B.            GABUNGAN NEGARA - NEGARA
Ada beberapa macam bentuk gabungan Negara-negara, antara lain:
1.      Negara Federal
Negara federal adalah gabungan sejumlah negara yang dinamakan negara-negara bagian yang diatur oleh suatu undang-undang dasar yang membagi wewenang antara pemerintah federal dan negara-negara bagiannya. Perlu dicatat bahwa negara-negara bagian ini tidak selalu mempunyai nama yang sama. Di kanada, negara bagian bernama provinsi seperti juga halnya dengan afrika selatan dan argentina. Di swiss, namnya canton atau lander. Di Amerika Serikat, Brasil, mexico dan Australia namanya Negara bagian. Walaupun Negara-negara bagian mempunyai konstitusi dan pemerintahan masing-masing, Negara federal inilah yang merupakan subjek hokum internasional dan mempunyai wewenang untuk melakukan kegiatan luar negeri. Wewenang luar negeri yang dimiliki oleh Negara federal bukan ditentukan oleh hukum internasional tetapi oleh konstitusi Negara federal. Dalam setiap  rezim federal, undang-undang dasar biasanya memberikan kepada pemerintahan federal wewenang mengenai pelaksanaan hubungan luar negeri, pertahanan nasional, pengaturan perdagangan dengan Negara-negara lan, antara lain berbagai Negara bagian, percetakan uang dll.
2.      Gabungan Negara-Negara Merdeka
Gabungan Negara-negara merdeka mempunyai dua macam bentuk yaitu uni riil dan uni personil.
v  Uni Riil. Yang dimaksud uni riil adalah penggabungan dua Negara atau lebih melalui suatu perjanjian internasional  dan berada di bawah kepala Negara yang sama dan melakukan kegiatan internasional sebagai satu kesatuan. Yang menjadi subjek hukum internasional adalah uni itu sendiri, sedangkan masing-masing Negara anggotanya hanya mempunyai kedaulatan intern saja. Sesuai perjanjian atau konstitusi yang menggabungkan kedua Negara , mereka tidak boleh berperang satu sama lain atau secara terpisah melakukan perang dengan Negara lain.  Perjanjian-perjanjian internasional dibuat oleh uni atas nama masing-masing Negara anggota karena Negara-negara tersebut tidak lagi mempunyai status personalitas internasional.
v  Uni Personil. Uni Personil terbentuk bila dua Negara berdaulat menggabungkan diri karena mempunyai raja yang sama. Dalam uni personil masing-masing Negara tetap merupakan raja yang sama. Dalam uni personil masing-masing Negara tetap merupakan subjek hukum internasional . Contoh-contoh dalam sejarah adalah uni antara Belanda dan Luxembrug dari tahun 1815 sampai 1890 antara Belgia dan Negara merdeka Kongo dari tahun 1855 sampai 1908.
3.      Negara Konfederasi
Konfederasi merupakan gabungan dari sejumlah Negara melalui suatu  perjanjian internasional yang memberikan wewenang tertentu kepada konfederasi. Dalam bentuk gabungan ini, Negara-negara anggota konfederasi masing-masingnya tetap merupakan Negara-negara yang berdaulat dan subjek hukum internasional. Bentuk Konfederasi hanya ada di abad XIX. Walaupun Swiss secara resmi menemakan dirinya Negara konfederasi tetapi semenjak tahun 1848 pada hakekatnya lebih banyak bersifat federal dimana wewenang luar negeri berada di tangan pemerintah federal.
C.           TAHTA SUCI VATIKAN
Tahta Suci Vatikan merupakan suatu contoh dari pada suatu subyek hukum internasional yang telah ada di samping Negara-negara. Hal ini merupakan peninggalan  (atau kelanjutan) sejarah sejak zaman dahulu di samping negara diakui sebagai subyek hukum internasional berdasarkan Traktat Lateran tanggal 11 Februari 1929, antara pemerintah Italia dan Tahta Suci Vatikan mengenai penyerahan sebidang tanah di Roma. Perjanjian Lateran tersebut pada sisi lain dapat dipandang sebagai pengakuan Italia atas eksistensi Tahta Suci sebagai pribadi hukum internasional yang berdiri sendiri, walaupun tugas dan kewenangannya, tidak seluas tugas dan kewenangan negara, sebab hanya terbatas pada bidang kerohanian dan kemanusiaan, sehingga hanya memiliki kekuatan moral saja, namun wibawa Paus sebagai pemimpin tertinggi Tahta Suci dan umat Katholik sedunia, sudah diakui secara luas di seluruh dunia. Oleh karena itu, banyak negara membuka hubungan diplomatik dengan Tahta Suci, dengan cara menempatkan kedutaan besarnya di Vatikan dan demikian juga sebaliknya Tahta Suci juga menempatkan kedutaan besarnya di berbagai negara.[5]
D.           ORGANISASI INTERNASIONAL
Organisasi internasional atau organisasi antar pemerintah merupakan subjek hukum internasional setelah Negara. Negara-negaralah sebagai subjek asli hukum internasional yang mendirikan organisasi sebagi sebjek asli hukum internasional yang mendirikan organisasi-organisasi internasional. Walaupun organisasi-organisasi ini baru lahir pada akhir abad ke -19 akan tetapi perkembangannya sangat cepat setelah berakhirnya Perang Dunia II. Fenomena ini berkembang bukan saja pada tingkat universal tetapi juga pada tingkat regional.
Dasar Hukum yang menyatakan bahwa Organisasi Internasional adalah subyek Hukum Internasional adalah pasal 104 Piagam PBB Isi pasal 104 : The Organization shall enjoy in the territory of each of its Members such legal capacity as may be necessary for the exercise of its functions and the fulfilment of its purposes. Terjemahan : Organisasi akan menikmati di wilayah masing-masing Anggota kapasitas hukum seperti yang diperlukan untuk menjalankan fungsi dan pemenuhan tujuannya.
a. Tujuan Organisasi Internasional
Organisasi internasional bertujuan untuk memperkembangkan politik  dan keamanan  nasional di satu pihak serta perkembangan ekonomi  dan kesejahteraan sosial di lain pihak. Pengembangan politik dan keamanan nasional dikaitkan dengan suatu keperluan akan suatu organisasi untuk pencegahan konflik bersenjata,  penghentiannya kalu sudah terjadi dan penyelesaian pertikaian secara damai. Kegiatan-kegiatan di bidang ekonomi dan kesejahteraan sosial walaupun secara langsung tidak bersangkutan dengan masalah perdamaian, tetapi aktivitas-aktivitas bidang-bidang tersebut merupakan kontribusi yang berharga bagi usaha-usaha perdamaian.
b. Struktur dan Fungsi Organisasi Internasional
Hal yang harus diperhatikan dalam pendirian organisasi internasional ialah:
    • Pertama, Piagam Pendiriannya harus diadakan dan disetujui oleh negara-negara yang ingin mengejar tujuan yang dicantumkan d dalam organisasi formal tersebut.
    • Kedua, haruslah ada suatu lembaga tetap yang memungkinkan semua anggotanya berpartisipasi dalam hubungan hubungan bebas satu sama lain serta siap untuk mempersoalkan masalah suatu negara, besar atau kecil dan setiap waktu dapat membawa persoalan yang penting mengenai perdamaian dan keamanan serta kesejahteraan bersama.
    • Organisasi Internasional tidak mempunyai badan legislatif walaupun suatu pertemuan diplomatik mempunyai persamaan dengan itu.
    • Cara-cara yang biasa dipergunakan badan-badan internasional untuk menyelesaikan pertikaian secara damai, mengikuti prosedur yang berlainan dengan peradilan nasional. Semua anggota dari organisasi diharuskan menyelesaikan pertikaiannya secara damai. Tetapi badan-badan internasional hanya dapat memberikan rekomendasi dan tidak dapat memaksa negara-negara mengikuti penyelesaian damai.
c. Klasifikasi Organisasi Internasional
Klasifikasi organisasi internasional menurut Theodore A Couloumbis dan James H. Wolfe :
§  Organisasi internasional yang memiliki keanggotaan secara global dengan maksud dan tujuan yang bersifat umum, contohnya adalah Perserikatan Bangsa Bangsa ;
§  Organisasi internasional yang memiliki keanggotaan global dengan maksud dan tujuan yang bersifat spesifik, contohnya adalah World Bank, UNESCO, International Monetary Fund, International Labor Organization, dan lain-lain;
§  Organisasi internasional dengan keanggotaan regional dengan maksud dan tujuan global, antara lain: Association of South East Asian Nation (ASEAN), Europe Union.
§  LBB (Liga Bangsa-Bangsa)
Liga Bangsa-Bangsa (League Of Nations) adalah sebuah organisasi antar-pemerintah yang didirikan sebagai hasil dari Perjanjian Versailes di 1919-1920, dan para pendahulu kepada PBB. Pada tingkat terbesar dari 28 September 1934 untuk 23 Februari 1935, itu 58 anggota. Liga tujuan utama seperti yang tercantum dalam Kovenan termasuk mencegah perang melalui keamanan kolektif, perlucutan senjata dan penyelesaian sengketa internasional melalui  negosiasi dan arbitrase. Kovenan dari Liga Bangsa-Bangsa Tujuan-tujuan lain dalam hal ini dan perjanjian-perjanjian terkait termasuk kondisi perburuhan, perlakuan yang adil terhadap penduduk asli, perdagangan orang dan narkoba, perdagangan senjata, kesehatan global, tawanan perang, dan perlindungan terhadap kaum minoritas di Eropa. Pasal 23, “Perjanjian dari Liga Bangsa-Bangsa, “Perjanjian Versailes” dan Perjanjian Hak Minoritas.
Filsafat diplomatik di belakang Liga mewakili suatu perubahan mendasar dalam pemikiran dari seratus tahun sebelumnya.. Liga tidak memiliki kekuatan bersenjata sendiri dan begitu tergantung pada Ke kuatan Besar  untuk menegakkan resolusi, terus sanksi ekonomi yang memerintahkan Liga, atau menyediakan tentara, bila diperlukan, untuk Liga digunakanNamun, mereka sering enggan untuk melakukannya.
Sanksi juga bisa menyakiti Liga anggota, sehingga mereka enggan untuk mematuhi mereka. Ketika, selama Italia-Ethiopia Kedua Perang, Liga terdakwa Benito Mussolini ‘s prajurit penargetan tenda medis Palang Merah, Mussolini Etiopia itu menjawab bahwa tidak sepenuhnya manusia, sehingga undang-undang hak asasi manusia tidak berlaku. Benito Mussolini stated that  Benito Mussolini menyatakan bahwa “Liga sangat baik ketika burung gereja berteriak, tetapi tidak ada gunanya sama sekali ketika elang jatuh keluar Jahanpour, Farhang. “The Elusiveness dari Trust: pengalaman Dewan Keamanan dan Iran”.[6]
Setelah sejumlah tokoh keberhasilan dan kegagalan dalam beberapa awal tahun 1920-an, Liga akhirnya terbukti tidak mampu mencegah agresi oleh kekuatan Axis di tahun 1930-anPada bulan Mei 1933, Liga tidak berdaya untuk meyakinkan Adolf Hitler bahwa Franz Bernheim, seorang Yahudi, terlindung di bawah klausa-klausa minoritas yang didirikan oleh Liga pada tahun 1919 (bahwa semua minoritas sepenuhnya manusia dan memegang hak yang sama di antara semua laki-laki).
Jerman menarik diri dari Liga, akan segera diikuti oleh banyak negara totaliter dan militeristik. Permulaan Perang Dunia II menunjukkan bahwa Liga telah gagal tujuan utamanya, yaitu untuk menghindari perang dunia masa depan. The United Nations diganti itu setelah berakhirnya perang dan mewarisi sejumlah lembaga dan organisasi yang didirikan oleh Liga.
PBB (Persatuan Bangsa-Bangsa)
Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (UN) atau Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) adalah sebuah organisasi internasional yang menyatakan bertujuan memfasilitasi kerjasama dalam hukum internasional, keamanan internasional, pembangunan ekonomi, kemajuan sosial, hak asasi manusia, dan tercapainya perdamaian dunia. PBB didirikan pada tahun 1945 setelah Perang Dunia II untuk menggantikan Liga Bangsa-Bangsa, untuk menghentikan perang antara negara-negara, dan untuk menyediakan platform untuk dialog. Ini berisi beberapa organisasi anak perusahaan untuk melaksanakan misi.
Saat ini ada 192 negara anggota, termasuk hampir semua negara berdaulat di dunia. Dari kantornya di seluruh dunia, PBB dan badan-badan khusus memutuskan masalah substantif dan administratif dalam pertemuan rutin yang diselenggarakan sepanjang tahun. Organisasi administratif dibagi ke dalam tubuh, terutama: di Majelis Umum (utama perakitan deliberatif); di Dewan Keamanan (untuk memutuskan resolusi tertentu bagi perdamaian dan keamanan); di Dewan Ekonomi dan Sosial (untuk membantu dalam mempromosikan ekonomi internasional dan kerja sama sosial dan pembangunan); di Sekretariat (untuk menyediakan penelitian, informasi, dan fasilitas yang dibutuhkan oleh PBB); di International Court of Justice(Pengadilan Internasional)
Badan tambahan berurusan dengan pemerintahan lainnya Sistem PBB badan, seperti Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), the World Food Programme (WFP) dan United Nations Children’s Fund (UNICEF). PBB tokoh masyarakat paling terlihat adalah Sekretaris-Jenderal, saat ini Ban Ki Moon dari Korea Selatan, yang mencapai pos pada tahun 2007 Organisasi ini dinilai dan dibiayai dari sumbangan sukarela dari negara-negara anggotanya, dan memiliki enam bahasa resmi: Arab, Cina, Inggris, Perancis, Rusia dan Spanyol.[7]
E.            PALANG MERAH INTERNASIONAL (International Committee of the Red Cross/ICRC)
Sebenarnya Palang Merah Internasional, hanyalah merupakan salah satu jenis organisasi internasional. Namun karena faktor sejarah, keberadaan Palang Merah Internasional di dalam hubungan dan hukum internasional menjadi sangat unik dan di samping itu juga menjadi sangat strategis. Pada awal mulanya, Palang Merah Internasional merupakan organisasi dalam ruang lingkup nasional, yaitu Swiss, didirikan oleh lima orang berkewarganegaraan Swiss, yang dipimpin oleh Henry Dunant dan bergerak di bidang kemanusiaan. Kegiatan kemanusiaan yang dilakukan oleh Palang Merah Internasional mendapatkan simpati dan meluas di banyak negara, yang kemudian membentuk Palang Merah Nasional di masing-masing wilayahnya. Palang Merah Nasional dari negara-negara itu kemudian dihimpun menjadi Palang Merah Internasional (International Committee of the Red Cross/ICRC) dan berkedudukan di Jenewa, Swiss.[8]
F.            INDIVIDU
Pertumbuhan dan perkembangan kaidah-kaidah hukum internasional yang memberikan hak dan membebani kewajiban serta tanggungjawab secara langsung kepada individu semakin bertambah pesat, terutama setelah Perang Dunia II. Lahirnya Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) pada tanggal 10 Desember 1948 diikuti dengan lahirnya beberapa konvensi-konvensi hak asasi manusia di berbagai kawasan, dan hal ini semakin mengukuhkan eksistensi individu sebagai subyek hukum internasional yang mandiri.
Dasar hukum yang menyatakan individu sebagai subjek hukum internasional ialah :
  1. Perjanjian Versailles 1919 pasal 297 dan 304
  2. Perjanjian Uppersilesia 1922
  3. Keputusan Permanent Court of Justice 1928
  4. Perjanjian London 1945 (Inggris, Perancis, Rusia, dan USA)
  5. Konvensi Genocide 1948.
G.           KAUM PEMBERONTAK (BELLIGERENSI)
Kaum belligerensi pada awalnya muncul sebagai akibat dari masalah dalam negeri suatu negara berdaulat. Oleh karena itu, penyelesaian sepenuhnya merupakan urusan negara yang bersangkutan. Namun apabila pemberontakan tersebut bersenjata dan terus berkembang, seperti perang saudara dengan akibat-akibat di luar kemanusiaan, bahkan meluas ke negara-negara lain, maka salah satu sikap yang dapat diambil oleh dunia Internasional adalah mengakui eksistensi atau menerima kaum pemberontak sebagai pribadi yang berdiri sendiri, walaupun sikap ini akan dipandang sebagai tindakan tidak bersahabat oleh pemerintah negara tempat pemberontakan terjadi. Dengan pengakuan tersebut, berarti bahwa dari sudut pandang negara yang mengakuinya, kaum pemberontak menempati status sebagai pribadi atau subyek hukum internasional
Dasar hukum yang menyatakan Pemberontak / Pihak yang bersengketa sebagai Subjek Hukum Internasional ialah :
  1. Hak Untuk Menentukan nasib sendiri
  2. Hak untuk memilih sistem ekonomi, sosial dan budaya sendiri.
  3. Hak untuk menguasai sumber daya alam.



BAB III PENUTUP
A.           KESIMPULAN
Dapat disimpulkan bahwa Subjek Hukum Internasional adalah semua pihak yang dapat dibebani oleh hak dan kewajiban yang diatur oleh Hukum Internasional. Hak dan kewajiban tersebut berasal dari semua ketentuan baik yang bersifat formal ataupun non-formal dari perjanjian internasional ataupun dari kebiasaan internasional.[9]
Berdasarkan definisi subjek hukum internasional yang telah diuraikan di atas maka dapat kita ketahui bahwa yang menjadi subyek hukum Internasional meliputi:
  1. Negara yang Berdaulat
  2. Gabungan Negara-Negara
  3. Tahta Suci Vatikan
  4. Organisasi Internasional (OI) baik yang Bilateral, Regional maupun Multilateral
  5. Palang Merah Internasional
  6. Individu yang mempunyai criteria tertentu
  7. Pemberontak (Belligerent) atau Pihak Yang bersengketa
  8. Penjahat Perang atau Genocide
Negara merupakan subjek hukum terpenting dibanding dengan subjek hukum internasional lainnya. Banyak sarjana yang memberikan definisi terhadap negara, antara lain  C. Humprey Wadlock yang memberi pengertian negara sebagai suatu lembaga (institution), atau suatu wadah di mana manusia mencapai tujuan-tujuannya dan dapat melaksanakan kegiatan-kegiatannya. Negara sebagai pribadi hukum internasional harus memiliki syarat-syarat atau unsure-unsur konstitutif sebagai berikut:

  1. Penduduk yang tetap
  2. Wilayah tertentu
  3. Pemerintahan
  4. Kemampuan mengadakan hubungan dengan negara lain
Subjek hukum yang kedua ialah Gabungan Negara-negara, yang termasuk dengan gabungan negara-negara ialah Negara Federal, Gabungan Negara-Negara Merdeka yang mempunyai dua macam bentuk yaitu uni riil dan uni personil. Yang dimaksud uni riil adalah penggabungan dua Negara atau lebih melalui suatu perjanjian internasional  dan berada di bawah kepala Negara yang sama dan melakukan kegiatan internasional sebagai satu kesatuan. Uni Personil terbentuk bila dua Negara berdaulat menggabungkan diri karena mempunyai raja yang sama. Dalam uni personil masing-masing Negara tetap merupakan raja yang sama. Yang terakhir adalah Negara Konfederasi.
Tahta Suci Vatikan merupakan suatu contoh dari pada suatu subyek hukum inteenasional yang telah ada di samping Negara-negara. Hal ini merupakan peninggalan  (atau kelanjutan) sejarah sejak zaman dahulu di samping negardi akui sebagai subyek hukum internasional berdasarkan Traktat Lateran tanggal 11 Februari 1929, antara pemerintah Italia dan Tahta Suci Vatikan mengenai penyerahan sebidang tanah di Roma. Perjanjian Lateran tersebut pada sisi lain dapat dipandang sebagai pengakuan Italia atas eksistensi Tahta Suci sebagai pribadi hukum internasional yang berdiri sendiri, walaupun tugas dan kewenangannya, tidak seluas tugas dan kewenangan negara, sebab hanya terbatas pada bidang kerohanian dan kemanusiaan, sehingga hanya memiliki kekuatan moral saja, namun wibawa Paus sebagai pemimpin tertinggi Tahta Suci dan umat Katholik sedunia, sudah diakui secara luas di seluruh dunia. Oleh karena itu, banyak negara membuka hubungan diplomatik dengan Tahta Suci, dengan cara menempatkan kedutaan besarnya di Vatikan dan demikian juga sebaliknya Tahta Suci juga menempatkan kedutaan besarnya di berbagai negara.[10]

Organisasi internasional atau organisasi antar pemerintah merupakan subjek hukum internasional setelah Negara. Negara-negaralah sebagai subjek asli hukum internasional yang mendirikan organisasi sebagi sebjek asli hukum internasional yang mendirikan organisasi-organisasi internasional. Walaupun organisasi-organisasi ini baru lahir pada akhir abad ke -19 akan tetapi perkembangannya sangat cepat setelah berakhirnya Perang Dunia II. Fenomena ini berkembang bukan saja pada tingkat niversal tetapi juga pada tingkat regional.
Sebenarnya Palang Merah Internasional, hanyalah merupakan salah satu jenis organisasi internasional. Namun karena faktor sejarah, keberadaan Palang Merah Internasional di dalam hubungan dan hukum internasional menjadi sangat unik dan di samping itu juga menjadi sangat strategis.
Lahirnya Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) pada tanggal 10 Desember 1948 diikuti dengan lahirnya beberapa konvensi-konvensi hak asasi manusia di berbagai kawasan, dan hal ini semakin mengukuhkan eksistensi individu sebagai subyek hukum internasional yang mandiri.
Kaum belligerensi pada awalnya muncul sebagai akibat dari masalah dalam negeri suatu negara berdaulat. Salah satu sikap yang dapat diambil oleh adalah mengakui eksistensi atau menerima kaum pemberontak sebagai pribadi yang berdiri sendiri, walaupun sikap ini akan dipandang sebagai tindakan tidak bersahabat oleh pemerintah negara tempat pemberontakan terjadi. Dengan pengakuan tersebut, berarti bahwa dari sudut pandang negara yang mengakuinya, kaum pemberontak menempati status sebagai pribadi atau subyek hukum internasional.

DAFTAR PUSTAKA

¥  Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmaja SH. LLM. 1981. Pengantar Hukum Internasional. Bandung : Rosda Offset Bandung
¥  Dr. Boer Mauna. 2005. Hukum Internasional Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global. Bandung : PT Alumni
¥  Phartiana I Wayan, 2003, Pengantar Hukum Internasional, Penerbit Mandar maju, Bandung
¥  Chairul Anwar, SH. 1989. Hukum Internasional Pengantar Hukum Bangsa-Bangsa.Jakarta : Djambatan
¥  Ardiwisastra Yudha Bhakti, 2003, Hukum Internasional, Bunga Rampai, Alumni, Bandung
¥  JG. Starke. 2001. Pengantar Hukum Internasional Edisi Kesepuluh. Jakarta :Sinar Grafika.
Sumber internet :
þ  Elisa.ugm.ac.id/chapter_view.php?HKU.1012_Jaka.T.
þ  www.wikipedia.org/wiki/
þ  www.pdf-search-engine.com/subjek-hukum-internasional-pdf.html
þ  .id.answer.yahoo.com/question/inex?qid
þ  www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id
þ  ads.masbuchin.com/search/subjek+hukum


[1] Kusumaatmadja, 1999; 1
[2] Phartiana, 2003; 4
[3] Kusumaatmadja, 1999; 2
[4] Istanto, Ibid: 16; Mauna, 2001:12
[5] Phartiana, 2003, 125
[6] (PDF) Transnasional Yayasan Perdamaian dan Masa Depan Penelitian. Diperoleh 2008/06/27
[7] “FAQ: Apa bahasa resmi Perserikatan Bangsa-Bangsa?”.(UN Department for General Assembly and Content Management . Retrieved 2008-09-21)
[8] (Phartiana, 2003; 123)
[9]( Istanto, Ibid: 16; Mauna, 2001:12).
[10] (Phartiana, 2003, 125)