BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Pada
dasarnya yang dimaksud hukum internasional dalam pembahasan ini adalah hukum
internasional publik, karena dalam penerapannya, hukum internasional terbagi
menjadi dua, yaitu: hukum internasional publik dan hukum perdata internasional.
Hukum internasional publik adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang
mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara, yang bukan
bersifat perdata. Sedangkan hukum perdata internasional adalah keseluruhan
kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan perdata yang melintasi batas
negara, dengan perkataan lain, hukum yang mengatur hubungan hukum perdata
antara para pelaku hukum yang masing-masing tunduk pada hukum perdata yang
berbeda.[1]
Awalnya, beberapa sarjana mengemukakan
pendapatnya mengenai definisi dari hukum internasional, antara lain yang
dikemukakan oleh Grotius dalam bukunya De Jure Belli ac Pacis (Perihal
Perang dan Damai). Menurutnya “hukum dan hubungan internasional didasarkan pada
kemauan bebas dan persetujuan beberapa atau semua negara. Ini ditujukan demi
kepentingan bersama dari mereka yang menyatakan diri di dalamnya ”. Sedang
menurut Akehurst : “hukum internasional adalah sistem hukum yang di bentuk dari
hubungan antara negara-negara”
Definisi hukum internasional yang
diberikan oleh pakar-pakar hukum terkenal di masa lalu, termasuk Grotius atau
Akehurst, terbatas pada negara sebagai satu-satunya pelaku hukum dan tidak
memasukkan subjek-subjek hukum lainnya.
Salah satu definisi yang lebih
lengkap yang dikemukakan oleh para sarjana mengenai hukum internasional adalah
definisi yang dibuat oleh Charles Cheny Hyde :
“ hukum internasional dapat
didefinisikan sebagai sekumpulan hukum yang sebagian besar terdiri atas
prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh negara-negara,
dan oleh karena itu juga harus ditaati dalam hubungan-hubungan antara mereka
satu dengan lainnya, serta yang juga mencakup :
- organisasi internasional, hubungan antara organisasi internasional satu dengan lainnya, hubungan peraturan-peraturan hukum yang berkenaan dengan fungsi-fungsi lembaga atau antara organisasi internasional dengan negara atau negara-negara ; dan hubungan antara organisasi internasional dengan individu atau individu-individu ;
- peraturan-peraturan hukum tertentu yang berkenaan dengan individu-individu dan subyek-subyek hukum bukan negara (non-state entities) sepanjang hak-hak dan kewajiban-kewajiban individu dan subyek hukum bukan negara tersebut bersangkut paut dengan masalah masyarakat internasional”[2]
Sejalan dengan definisi yang
dikeluarkan Hyde, Mochtar Kusumaatmadja mengartikan ’’hukum internasional
sebagai keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas hukum yang mengatur hubungan
atau persoalan yang melintasi batas-batas negara, antara negara dengan negara
dan negara dengan subjek hukum lain bukan negara atau subyek hukum bukan negara
satu sama lain’’.[3]
Berdasarkan pada definisi-definisi
di atas, secara sepintas sudah diperoleh gambaran umum tentang ruang lingkup
dan substansi dari hukum internasional, yang di dalamnya terkandung unsur
subyek atau pelaku, hubungan-hubungan hukum antar subyek atau pelaku, serta
hal-hal atau obyek yang tercakup dalam pengaturannya, serta prinsip-prinsip dan
kaidah atau peraturan-peraturan hukumnya.
Sedangkan mengenai subyek hukumnya,
tampak bahwa negara tidak lagi menjadi satu-satunya subyek hukum internasional,
sebagaimana pernah jadi pandangan yang berlaku umum di kalangan para sarjana
sebelumnya. Untuk mengkaji lebih jauh mengenai subjek-subjek hukum
internasional selain Negara tersebut, maka berikut ini adalah materi tentang
subjek hukum internasional yang penulis rangkum dari beberapa sumber.
B.
TUJUAN
PEMBAHASAN
Ø Agar dapat
memahami apa yang dimaksud dengan subjek hukum Internasional;
Ø Agar
memahami macam – macam subjek hukum internasional;
BAB II
PEMBAHASAN
1.
DEFINISI SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL
Banyak
berbagai ahli memberikan definisi mengenai apa yang dimaksud dengan subjek
hukum internasional. Secara umum Subyek hukum diartikan sebagai pendukung hak
dan kewajiban, jadi pengertian subyek hukum internasional adalah pendukung hak
dan kewajiban dalam hukum internasional. Pendukung hak dan kewajiban dalam
hukum internasional dewasa ini ternyata tidak terbatas pada Negara tetapi juga
meliputi subyek hukum internasional lainnya. Hal ini dikarenakan dewasa
ini sering dengan tingkat kemajuan di bidang teknologi, telekomunikasi dan
ransportasi dimana kebutuhan manusia semakin meningkat cepat sehingga
menimbulkan interaksi yang semakin kompleks.
Munculnya organisasi-organisasi Internasional
baik yang bersifat bilateral, regional maupun multilateral dengan berbagai
kepentingan dan latar belakang yang mendasari pada akhirnya mampu untuk
dianggap sebagai subyek hukum internasional. Begitu juga dengan keberadaan
individu atau kelompok individu (belligerent) yang pada akhirnya dapat pula
diakui sebagai subyek hukum Internasional.
Dapat disimpulkan bahwa Subjek Hukum
Internasional adalah semua pihak yang dapat dibebani oleh hak dan kewajiban
yang diatur oleh Hukum Internasional. Hak dan kewajiban tersebut berasal dari
semua ketentuan baik yang bersifat formal ataupun non-formal dari perjanjian
internasional ataupun dari kebiasaan internasional.[4]
Subyek Hukum Internasional dapat
diartikan sebagai negara atau kesatuan-kesatuan bukan negara yang dalam keadaan
tertentu memiliki kemampuan untuk menjadi pendukung hak dan kewajiban
berdasarkan Hukum Internasional. Kemampuan untuk menjadi pendukung hak
dan kewajiban ( Legal capacity) ini antara lain meliputi :
- Kemampuan untuk mengajukan klaim-klaim (How to make claims).
- Kemampuan untuk mengadakan dan membuat perjanjian-perjanjian (How to make agreements)
- Kemampuan untuk mempertahankan hak miliknya serta memiliki kekebalan-kekebalan (To enjoy of privileges and immunities)
Kemampuan untuk menjadi pendukung
hak dan kewajiban bagi subyek hukum Internasional dapat ditinjau dari dua aspek
yaitu:
- Dasar Hukum Berdirinya
- Advisory opinion atau berdasarkan Keputusan atau Pendapat “International Court of justice”
Dengan meninjau dua aspek di atas
maka legal capacity dari subyek hukum Internasional dalam bentuknya yang modern
dimana subyek hukum internasional tidak hanya terbatas pada negara sebagai
satu-satunya subyek hukum internasional (pandangan klasik), maka kiranya perlu
dikemukakan beberapa subyek hukum internasional yang merupakan
kesatuan-kesatuan bukan negara khususnya mengenai legal capacity nya.
2.
Bentuk - Bentuk Subjek Hukum
Internasional
Berdasarkan
definisi subjek hukum internasional yang telah diuraikan di atas maka dapat
kita ketahui bahwa yang menjadi subyek hukum Internasional meliputi:
- Negara yang Berdaulat
- Gabungan Negara-Negara
- Tahta Suci Vatikan
- Organisasi Internasional (OI) baik yang Bilateral, Regional maupun Multilateral
- Palang Merah Internasional
- Individu
- Pemberontak (Belligerent) atau Pihak Yang bersengketa
A.
NEGARA YANG BERDAULAT
Negara
merupakan subjek hukum terpenting dibanding dengan subjek hukum internasional
lainnya. Banyak sarjana yang memberikan definisi terhadap negara, antara lain
C. Humprey Wadlock yang memberi pengertian negara sebagai suatu lembaga (institution),
atau suatu wadah di mana manusia mencapai tujuan-tujuannya dan dapat
melaksanakan kegiatan-kegiatannya.
Sedangkan Fenwich mendefinisikan
negara sebagai suatu masyarakat politik yang diorganisasikan secara tetap,
menduduki suatu daerah tertentu, dan hidup dalam batas-batas daerah tersebut,
bebas dari negara lain, sehingga dapat bertindak sebagai badan yang merdeka di
muka bumi.
I Wayan Parthiana menjelaskan negara
adalah subjek hukum internasional yang memiliki kemampuan penuh (full
capacity) untuk mengadakan atau duduk sebagai pihak dalam suatu perjanjian
internasional.
Menurut Henry C. Black, negara
adalah sekumpulan orang yang secara permanen menempati suatu wilayah yang
tetap, diikat oleh ketentuan-ketentuan hukum (binding by law), yang
melalui pemerintahannya, mampu menjalankan kedaulatannya yang merdeka dan
mengawasi masyarakat dan harta bendanya dalam wilayah perbatasannya, mampu
menyatakan perang dan damai, serta mampu mengadakan hubungan internasional
dengan masyarakat internasional lainnya.
Dari sekian banyak definisi yang
dikemukakan para ahli, ada satu patokan standar atau unsur trandisional untuk
disebut sebagai negara, seperti yang tercantum dalam Pasal 1 Konvensi
Montevideo (Pan American) The Convention on Rights and Duties of State
of 1933.
- The state is a person of international law should phases the following qualifications :
- Permanent population;
- defined territory;
- legal government; and
- capacity to enter into international relations with the other states.
Hal itu dapat diterjemahkan negara
sebagai pribadi hukum internasional harus memiliki syarat-syarat atau unsur - unsur
konstitutif sebagai berikut:
a.
Penduduk
yang tetap,
Penduduk
merupakan kumpulan individu-individu yang terdiri dari dua kelamin tanpa
memandang suku, bahasa, agama dan kebudayaan yang hidup dalam suatu masyarakat
dan yang terikat dalam suatu Negara melalui hubungan yuridik dan politik yang
diwujudkan dalam bentuk kewarganegaraan. Penduduk merupakan unsure pokok bagi
pembentukan suatu Negara. Suatu pulau atau suatu wilayah tanpa penduduk tidak
mungkin menjadi suatu Negara. Dalam unsure kependudukan ini harus ada unsur
kediaman secara tetap. Penduduk yang tidak mendiami suatu wilayah secara tetap
dan selalu berkelana (normal) tidak dapat dinamakan penduduk sebagai unsure
konstitutif pembentukan negara. Sebagaimana telah disinggung di atas, yang
mengikat seseorang dengan negaranya ialah kewarganegaraan yang ditetapkan oleh
masing-masing hukum nasional. Pada umumnya ada tiga cara penetapan
kewarganegaraan sesuai hukum nasional yaitu :
Jus
Sanguinis
Ini adalah cara penetapan
kewarganegaraan melalui keturunan. Menurut cara ini, kewarganegaraan anak
ditentukan oleh kewarganegaraan orang tua mereka.
Jus Soli
Menurut sistem ini kewarganegaraan
seseorang ditentukan oleh tempat kelahirannya dan bukan kewarganegaraan orang
tuanya.
Naturalisasi
Suatu Negara memberikan kemungkinan
bagi warga Negara asing untu memperoleh kewarganegaraan setempat setelah
memenuhi syarat-syarat tertentu seperti setelah mendiami Negara tersebut dalam
waktu yang cukup lama ataupun melalui perkawinan.
b. Wilayah
yang tertentu,
Adanya suatu
wilayah tertentu mutlak bagi pembentukan suatu Negara , tidak mungkin ada suatu
Negara tanpa wilayah tempat bermukimnya penduduk Negara tersebut. Hukum
Internasional tidak menentukan syarat seberapa harusnya luas suatu wilayah
untuk dapat dianggap sebagai unsure konstitutif suatu Negara. Demikian juga
wilayah suatu Negara tidak selalu harus merupakan satu kesatuan dan dapat terdiri
dari bagian-bagian yang berada di kawasan yang berbeda. Keadaan ini sering
terjadi pada Negara-negara yang mempunyai wilayah-wilayah seberang lautan
c.
Pemerintahan,
Negara
memerlukan sejumlah organ untuk mewakili dan menyalurkan kehendaknya. Bagi
hukum internasional, suatu wilayah yang tidak memiliki pemerintahan dianggap
bukan negara dalam arti kata yang sebenarnya. Pemerintah adalah badan eksekutif
dalam negara yang dibentuk melalui prosedur konstitusional untuk
menyelenggarakan kegiatan-kegiatan yang ditugaskan rakyat kepadanya.
Pemerintahan adalah syarat utama dan terpenting untuk eksistensi suatu negara.
Tatanan organisasi dalam suatu negara diperlukan, yang nantinya akan mengatur
dan menjaga eksistensi negara tersebut, maka pemerintahan mutlak harus ada
dalam suatu negara. Pemerintahan yang harus ada dalam suatu negara adalah
pemerintahan yang stabil, memerintah menurut hukum nasional negaranya, dan
pemerintah tersebut haruslah terorganisir dengan baik (well organized
government)
d. Kemampuan
untuk melakukan hubungan-hubungan dengan negara lain.
Menurut
hukum internasional dan hubungan internasional, kecakapan negara dalam
melakukan hubungan internasional adalah suatu keharusan bagi suatu negara untuk
memperoleh keanggotaan masyarakat internasional dan subjek hukum internasional.
Hal inilah yang membedakan negara berdaulat dengan negara-negara bagian, atau
negara protektorat yang hanya mampu mengurus masalah dalam negerinya, tetapi
tidak dapat melakukan hubungan-hubungan internasional dan tidak diakui oleh
negara-negara lain sebagai subjek hukum internasional yang sepenuhnya mandiri.
Negara bukan pula harus identik dengan suatu ras, rumpun, atau bangsa tertentu,
meski identitas demikian mungkin juga ada. Hans Kelsen mengemukakan bahwa negara
hanyalah pemikiran teknis yang menyatakan bahwa sekumpulan aturan-aturan hukum
tertentu yang berdiam di wilayah teritorial tertentu. Negara sebagai subjek
hukum internasional merupakan pengemban hak dan kewajiban yang diatur oleh
hukum internasional, baik ditinjau secara faktual maupun secara historis, dan
hukum internasional itu sendiri adalah sebagaian besar terdiri atas hubungan
hukum antara negara dengan negara.
Sesuai konsep hukum Internasional,
kedaulatan memiliki tiga aspek utama yaitu :
ü Aspek Ekstren
Kedaulatan, adalah hak bagi setiap negara untuk secara bebas menentukan
hubungannya dengan berbagai negara atau elompok-kelompok lain tanpa kekangan,
tekanan atau pengawasan dari negara lain
ü Aspek Intern
Kedaulatan, ialah hak atau wewenang eksklusif suatu negara untuk menentukan
bentuk lembaga-lembaganya, cara kerja lembaga-lembaga tersebut dan hak untuk
membuatundang-undang yang diinginkannya serta tindakan-tindakan untuk mematuhi.
ü Aspek
Teritorial berarti kekuasaan penuh dan eksklusif yang dimiliki oleh negara atas
individu-individu dan benda-benda yang terdapat di wilayah tersebut.
Upaya
masyarakat internasional mempersoalkan hak-hak dan kewajiban negara telah
dimulai sejak abad ke-17 dengan landasan teori kontrak sosial. Kemudian pada
tahun 1916, American Istitute of International Law (AIIL) mengadakan
seminar dan menghasilkan Declaration of the Rights and Duties of Nations,
yang disusul dengan sebuah kajian yang berjudul Fundamental Rights and
Duties of American Republics, dan sampai diselesaikannya Konvensi
Montevideo tahun 1933. Hasil Konvensi Montevideo 1933 kemudian menjadi
rancangan deklarasi tentang Hak dan Kewajiban Negara-negara yang disusun oleh
Komisi Hukum Internasional (International Law Committee) Perserikatan
Bangsa-Bangsa pada tahun 1949. Namun komisi tersebut tidak pernah menghasilkan
urutan yang memuaskan negara-negara.
Pada intinya, pernyataan bahwa
negara adalah subyek hukum internasional yang utama adalah:
§ Hukum
Internasional megatur hak-hak dan kewajiban-kewajiban negara, sehingga yang
harus diurus oleh hukum internasional terutama adalah negara.
§ Perjanjian
Internasional merupakan sumber hukum Internasional yang utama dimana
negara
yang paling berperan menciptakannya sehingga secara tidak langsung negara
adalah
subyek hukum internasional yang utama.
Deklarasi prinsip-prinsip mengenai
hak-hak dan kewajiban negara yang terkandung dalam rancangan tersebut adalah
sebagai berikut :
Hak-hak negara :
§ Hak atas
kemerdekaan (Pasal 1);
§ Hak untuk
melaksanakan jurisdiksi terhadap wilayah, orang, dan benda yang berada dalam
wilayahnya (Pasal 2);
§ Hak untuk
mendapatkan kedudukan hukum yang sama dengan negara lain (Pasal 5);
§ Hak untuk
menjalankan pertahanan diri sendiri atau kolektif (Pasal 12).
Kewajiban-kewajiban negara :
§ Kewajiban
untuk tidak melakukan intervensi terhadap masalah-masalah yang terjadi di
negara lain (Pasal 3);
§ Kewajiban
untuk tidak menggerakan pergolakan sipil di negara lain (Pasal 4);
§ Kewajiban
untuk memperlakukan semua orang yang ada di wilayahnya dengan
memperhatikan hak-hak asasi manusia (Pasal 6);
§ Kewajiban
untuk menjaga wilayahnya agar tidak membahayakan perdamaian dan keamanan
internasional (Pasal 7);
§ Kewajiban
untuk menyelesaikan sengketa secara damai (Pasal 8);
§ Kewajiban
untuk tidak menggunakan kekuatan atau ancaman senjata (Pasal 9);
§ Kewajiban
untuk membantu terlaksananya Pasal 9 di atas;
§ Kewajiban
untuk tidak mengakui wilayah-wilayah yang diperoleh melalui cara-cara
kekerasan (9 Pasal 12);
§ Kewajiban
untuk melaksanakan kewajiban internasional dengan itikad baik (Pasal 13); dan
§ Kewajiban
untuk mengadakan hubungan dengan negara-negara lain sesuai dengan hukum
internasional (Pasal 14).
Hak-hak dasar yang paling sering
ditekankan adalah kemerdekaan dan persamaan kedudukan negara-negara, jurisdiksi
teritorial, dan hak untuk membela diri atau menyelamatkan diri. Kewajiban dasar
yang paling dipertahankan adalah kewajiban untuk tidak menggunakan perang
sebagai alat melaksanaan kewajiban yang digariskan dalam perjanjian dan kewajiban
untuk tidak campur tangan dalam urusan negara lain
B.
GABUNGAN NEGARA - NEGARA
Ada beberapa
macam bentuk gabungan Negara-negara, antara lain:
1. Negara
Federal
Negara
federal adalah gabungan sejumlah negara yang dinamakan negara-negara bagian
yang diatur oleh suatu undang-undang dasar yang membagi wewenang antara
pemerintah federal dan negara-negara bagiannya. Perlu dicatat bahwa
negara-negara bagian ini tidak selalu mempunyai nama yang sama. Di kanada,
negara bagian bernama provinsi seperti juga halnya dengan afrika selatan
dan argentina. Di swiss, namnya canton atau lander. Di Amerika
Serikat, Brasil, mexico dan Australia namanya Negara bagian. Walaupun
Negara-negara bagian mempunyai konstitusi dan pemerintahan masing-masing,
Negara federal inilah yang merupakan subjek hokum internasional dan mempunyai
wewenang untuk melakukan kegiatan luar negeri. Wewenang luar negeri yang
dimiliki oleh Negara federal bukan ditentukan oleh hukum internasional tetapi
oleh konstitusi Negara federal. Dalam setiap rezim federal, undang-undang
dasar biasanya memberikan kepada pemerintahan federal wewenang mengenai
pelaksanaan hubungan luar negeri, pertahanan nasional, pengaturan perdagangan
dengan Negara-negara lan, antara lain berbagai Negara bagian, percetakan uang
dll.
2. Gabungan
Negara-Negara Merdeka
Gabungan
Negara-negara merdeka mempunyai dua macam bentuk yaitu uni riil dan uni
personil.
v Uni Riil. Yang
dimaksud uni riil adalah penggabungan dua Negara atau lebih melalui suatu
perjanjian internasional dan berada di bawah kepala Negara yang sama dan
melakukan kegiatan internasional sebagai satu kesatuan. Yang menjadi subjek
hukum internasional adalah uni itu sendiri, sedangkan masing-masing Negara
anggotanya hanya mempunyai kedaulatan intern saja. Sesuai perjanjian atau
konstitusi yang menggabungkan kedua Negara , mereka tidak boleh berperang satu
sama lain atau secara terpisah melakukan perang dengan Negara lain. Perjanjian-perjanjian
internasional dibuat oleh uni atas nama masing-masing Negara anggota karena
Negara-negara tersebut tidak lagi mempunyai status personalitas internasional.
v Uni Personil. Uni
Personil terbentuk bila dua Negara berdaulat menggabungkan diri karena
mempunyai raja yang sama. Dalam uni personil masing-masing Negara tetap
merupakan raja yang sama. Dalam uni personil masing-masing Negara tetap
merupakan subjek hukum internasional . Contoh-contoh dalam sejarah adalah uni
antara Belanda dan Luxembrug dari tahun 1815 sampai 1890 antara Belgia dan
Negara merdeka Kongo dari tahun 1855 sampai 1908.
3. Negara
Konfederasi
Konfederasi
merupakan gabungan dari sejumlah Negara melalui suatu perjanjian
internasional yang memberikan wewenang tertentu kepada konfederasi. Dalam
bentuk gabungan ini, Negara-negara anggota konfederasi masing-masingnya tetap
merupakan Negara-negara yang berdaulat dan subjek hukum internasional. Bentuk
Konfederasi hanya ada di abad XIX. Walaupun Swiss secara resmi menemakan
dirinya Negara konfederasi tetapi semenjak tahun 1848 pada hakekatnya lebih
banyak bersifat federal dimana wewenang luar negeri berada di tangan pemerintah
federal.
C.
TAHTA SUCI
VATIKAN
Tahta Suci
Vatikan merupakan suatu contoh dari pada suatu subyek hukum internasional yang
telah ada di samping Negara-negara. Hal ini merupakan peninggalan (atau
kelanjutan) sejarah sejak zaman dahulu di samping negara diakui sebagai subyek
hukum internasional berdasarkan Traktat Lateran tanggal 11 Februari 1929, antara
pemerintah Italia dan Tahta Suci Vatikan mengenai penyerahan sebidang tanah di
Roma. Perjanjian Lateran tersebut pada sisi lain dapat dipandang sebagai
pengakuan Italia atas eksistensi Tahta Suci sebagai pribadi hukum internasional
yang berdiri sendiri, walaupun tugas dan kewenangannya, tidak seluas tugas dan
kewenangan negara, sebab hanya terbatas pada bidang kerohanian dan kemanusiaan,
sehingga hanya memiliki kekuatan moral saja, namun wibawa Paus sebagai pemimpin
tertinggi Tahta Suci dan umat Katholik sedunia, sudah diakui secara luas di
seluruh dunia. Oleh karena itu, banyak negara membuka hubungan diplomatik
dengan Tahta Suci, dengan cara menempatkan kedutaan besarnya di Vatikan dan
demikian juga sebaliknya Tahta Suci juga menempatkan kedutaan besarnya di
berbagai negara.[5]
D.
ORGANISASI
INTERNASIONAL
Organisasi
internasional atau organisasi antar pemerintah merupakan subjek hukum
internasional setelah Negara. Negara-negaralah sebagai subjek asli hukum
internasional yang mendirikan organisasi sebagi sebjek asli hukum internasional
yang mendirikan organisasi-organisasi internasional. Walaupun
organisasi-organisasi ini baru lahir pada akhir abad ke -19 akan tetapi
perkembangannya sangat cepat setelah berakhirnya Perang Dunia II. Fenomena ini
berkembang bukan saja pada tingkat universal tetapi juga pada tingkat regional.
Dasar Hukum yang menyatakan bahwa
Organisasi Internasional adalah subyek Hukum Internasional adalah pasal 104
Piagam PBB Isi pasal 104 : The Organization shall enjoy in the territory of
each of its Members such legal capacity as may be necessary for the exercise of
its functions and the fulfilment of its purposes. Terjemahan : Organisasi
akan menikmati di wilayah masing-masing Anggota kapasitas hukum seperti yang
diperlukan untuk menjalankan fungsi dan pemenuhan tujuannya.
a. Tujuan Organisasi
Internasional
Organisasi internasional bertujuan
untuk memperkembangkan politik dan keamanan nasional di satu pihak
serta perkembangan ekonomi dan kesejahteraan sosial di lain pihak.
Pengembangan politik dan keamanan nasional dikaitkan dengan suatu keperluan
akan suatu organisasi untuk pencegahan konflik bersenjata, penghentiannya
kalu sudah terjadi dan penyelesaian pertikaian secara damai. Kegiatan-kegiatan
di bidang ekonomi dan kesejahteraan sosial walaupun secara langsung tidak
bersangkutan dengan masalah perdamaian, tetapi aktivitas-aktivitas
bidang-bidang tersebut merupakan kontribusi yang berharga bagi usaha-usaha
perdamaian.
b. Struktur dan Fungsi Organisasi
Internasional
Hal yang harus diperhatikan dalam
pendirian organisasi internasional ialah:
- Pertama, Piagam Pendiriannya harus diadakan dan disetujui oleh negara-negara yang ingin mengejar tujuan yang dicantumkan d dalam organisasi formal tersebut.
- Kedua, haruslah ada suatu lembaga tetap yang memungkinkan semua anggotanya berpartisipasi dalam hubungan hubungan bebas satu sama lain serta siap untuk mempersoalkan masalah suatu negara, besar atau kecil dan setiap waktu dapat membawa persoalan yang penting mengenai perdamaian dan keamanan serta kesejahteraan bersama.
- Organisasi Internasional tidak mempunyai badan legislatif walaupun suatu pertemuan diplomatik mempunyai persamaan dengan itu.
- Cara-cara yang biasa dipergunakan badan-badan internasional untuk menyelesaikan pertikaian secara damai, mengikuti prosedur yang berlainan dengan peradilan nasional. Semua anggota dari organisasi diharuskan menyelesaikan pertikaiannya secara damai. Tetapi badan-badan internasional hanya dapat memberikan rekomendasi dan tidak dapat memaksa negara-negara mengikuti penyelesaian damai.
c. Klasifikasi Organisasi
Internasional
Klasifikasi organisasi internasional
menurut Theodore A Couloumbis dan James H. Wolfe :
§ Organisasi
internasional yang memiliki keanggotaan secara global dengan maksud dan tujuan
yang bersifat umum, contohnya adalah Perserikatan Bangsa Bangsa ;
§ Organisasi
internasional yang memiliki keanggotaan global dengan maksud dan tujuan yang
bersifat spesifik, contohnya adalah World Bank, UNESCO, International
Monetary Fund, International Labor Organization, dan lain-lain;
§ Organisasi
internasional dengan keanggotaan regional dengan maksud dan tujuan global,
antara lain: Association of South East Asian Nation (ASEAN), Europe
Union.
§ LBB (Liga
Bangsa-Bangsa)
Liga
Bangsa-Bangsa (League Of Nations) adalah sebuah organisasi
antar-pemerintah yang didirikan sebagai hasil dari Perjanjian Versailes di
1919-1920, dan para pendahulu kepada PBB. Pada
tingkat terbesar dari 28 September 1934 untuk 23 Februari 1935, itu 58 anggota.
Liga tujuan utama seperti yang tercantum dalam Kovenan termasuk mencegah perang
melalui keamanan kolektif, perlucutan senjata dan penyelesaian sengketa
internasional melalui negosiasi dan arbitrase. Kovenan dari Liga
Bangsa-Bangsa Tujuan-tujuan lain dalam hal ini dan perjanjian-perjanjian
terkait termasuk kondisi perburuhan, perlakuan yang adil terhadap penduduk
asli, perdagangan orang dan narkoba, perdagangan senjata, kesehatan global,
tawanan perang, dan perlindungan terhadap kaum minoritas di Eropa. Pasal 23,
“Perjanjian dari Liga Bangsa-Bangsa, “Perjanjian Versailes” dan Perjanjian Hak
Minoritas.
Filsafat diplomatik di belakang Liga
mewakili suatu perubahan mendasar dalam pemikiran dari seratus tahun
sebelumnya.. Liga tidak memiliki kekuatan bersenjata sendiri dan begitu
tergantung pada Ke kuatan Besar untuk menegakkan resolusi, terus sanksi
ekonomi yang memerintahkan Liga, atau menyediakan tentara, bila diperlukan,
untuk Liga digunakanNamun, mereka sering enggan untuk melakukannya.
Sanksi juga bisa menyakiti Liga
anggota, sehingga mereka enggan untuk mematuhi mereka. Ketika, selama Italia-Ethiopia
Kedua Perang, Liga terdakwa Benito Mussolini ‘s prajurit
penargetan tenda medis Palang Merah, Mussolini Etiopia itu menjawab bahwa tidak
sepenuhnya manusia, sehingga undang-undang hak asasi manusia tidak berlaku.
Benito Mussolini stated that Benito Mussolini menyatakan bahwa “Liga
sangat baik ketika burung gereja berteriak, tetapi tidak ada gunanya sama
sekali ketika elang jatuh keluar Jahanpour, Farhang.
“The Elusiveness
dari Trust: pengalaman Dewan Keamanan dan Iran”.[6]
Setelah sejumlah tokoh keberhasilan
dan kegagalan dalam beberapa awal tahun 1920-an, Liga akhirnya terbukti tidak
mampu mencegah agresi oleh kekuatan Axis di tahun
1930-anPada bulan Mei 1933, Liga tidak berdaya untuk meyakinkan Adolf Hitler bahwa Franz
Bernheim, seorang Yahudi, terlindung di bawah klausa-klausa minoritas yang
didirikan oleh Liga pada tahun 1919 (bahwa semua minoritas sepenuhnya manusia
dan memegang hak yang sama di antara semua laki-laki).
Jerman menarik diri dari Liga, akan
segera diikuti oleh banyak negara totaliter dan militeristik. Permulaan Perang Dunia II menunjukkan
bahwa Liga telah gagal tujuan utamanya, yaitu untuk menghindari perang dunia
masa depan. The United Nations diganti itu
setelah berakhirnya perang dan mewarisi sejumlah lembaga dan organisasi yang
didirikan oleh Liga.
PBB
(Persatuan Bangsa-Bangsa)
Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (UN) atau
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) adalah sebuah organisasi
internasional yang menyatakan
bertujuan memfasilitasi kerjasama dalam hukum internasional,
keamanan
internasional, pembangunan ekonomi,
kemajuan sosial,
hak asasi manusia, dan tercapainya perdamaian
dunia. PBB didirikan pada tahun 1945 setelah Perang Dunia II
untuk menggantikan Liga Bangsa-Bangsa,
untuk menghentikan perang
antara negara-negara,
dan untuk menyediakan platform untuk dialog. Ini berisi beberapa organisasi
anak perusahaan untuk melaksanakan misi.
Saat ini ada 192 negara anggota, termasuk hampir semua negara berdaulat di dunia. Dari kantornya di seluruh dunia, PBB dan
badan-badan khusus memutuskan masalah substantif dan administratif dalam
pertemuan rutin yang diselenggarakan sepanjang tahun. Organisasi administratif
dibagi ke dalam tubuh, terutama: di Majelis Umum
(utama perakitan
deliberatif); di Dewan Keamanan (untuk memutuskan resolusi tertentu bagi perdamaian
dan keamanan); di Dewan Ekonomi dan
Sosial (untuk membantu dalam mempromosikan
ekonomi internasional dan kerja sama sosial dan pembangunan); di Sekretariat (untuk menyediakan penelitian, informasi, dan
fasilitas yang dibutuhkan oleh PBB); di International Court
of Justice(Pengadilan
Internasional)
Badan tambahan berurusan dengan pemerintahan lainnya Sistem PBB
badan, seperti Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO), the World Food Programme (WFP) dan United Nations
Children’s Fund (UNICEF). PBB tokoh masyarakat paling terlihat adalah Sekretaris-Jenderal, saat ini Ban Ki Moon dari Korea Selatan, yang
mencapai pos pada tahun 2007 Organisasi ini dinilai dan dibiayai dari sumbangan
sukarela dari negara-negara anggotanya, dan memiliki enam bahasa resmi: Arab, Cina, Inggris, Perancis, Rusia dan Spanyol.[7]
E.
PALANG MERAH INTERNASIONAL (International Committee of the
Red Cross/ICRC)
Sebenarnya
Palang Merah Internasional, hanyalah merupakan salah satu jenis organisasi
internasional. Namun karena faktor sejarah, keberadaan Palang Merah
Internasional di dalam hubungan dan hukum internasional menjadi sangat unik dan
di samping itu juga menjadi sangat strategis. Pada awal mulanya, Palang Merah
Internasional merupakan organisasi dalam ruang lingkup nasional, yaitu Swiss,
didirikan oleh lima orang berkewarganegaraan Swiss, yang dipimpin oleh Henry
Dunant dan bergerak di bidang kemanusiaan. Kegiatan kemanusiaan yang dilakukan
oleh Palang Merah Internasional mendapatkan simpati dan meluas di banyak
negara, yang kemudian membentuk Palang Merah Nasional di masing-masing
wilayahnya. Palang Merah Nasional dari negara-negara itu kemudian dihimpun menjadi
Palang Merah Internasional (International Committee of the Red Cross/ICRC)
dan berkedudukan di Jenewa, Swiss.[8]
F.
INDIVIDU
Pertumbuhan
dan perkembangan kaidah-kaidah hukum internasional yang memberikan hak dan
membebani kewajiban serta tanggungjawab secara langsung kepada individu semakin
bertambah pesat, terutama setelah Perang Dunia II. Lahirnya Deklarasi Universal
tentang Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) pada
tanggal 10 Desember 1948 diikuti dengan lahirnya beberapa konvensi-konvensi hak
asasi manusia di berbagai kawasan, dan hal ini semakin mengukuhkan eksistensi
individu sebagai subyek hukum internasional yang mandiri.
Dasar hukum yang menyatakan individu
sebagai subjek hukum internasional ialah :
- Perjanjian Versailles 1919 pasal 297 dan 304
- Perjanjian Uppersilesia 1922
- Keputusan Permanent Court of Justice 1928
- Perjanjian London 1945 (Inggris, Perancis, Rusia, dan USA)
- Konvensi Genocide 1948.
G.
KAUM PEMBERONTAK (BELLIGERENSI)
Kaum
belligerensi pada awalnya muncul sebagai akibat dari masalah dalam negeri suatu
negara berdaulat. Oleh karena itu, penyelesaian sepenuhnya merupakan urusan
negara yang bersangkutan. Namun apabila pemberontakan tersebut bersenjata dan
terus berkembang, seperti perang saudara dengan akibat-akibat di luar
kemanusiaan, bahkan meluas ke negara-negara lain, maka salah satu sikap yang
dapat diambil oleh dunia Internasional adalah mengakui eksistensi atau menerima
kaum pemberontak sebagai pribadi yang berdiri sendiri, walaupun sikap ini akan
dipandang sebagai tindakan tidak bersahabat oleh pemerintah negara tempat
pemberontakan terjadi. Dengan pengakuan tersebut, berarti bahwa dari sudut
pandang negara yang mengakuinya, kaum pemberontak menempati status sebagai
pribadi atau subyek hukum internasional
Dasar hukum yang menyatakan
Pemberontak / Pihak yang bersengketa sebagai Subjek Hukum Internasional ialah :
- Hak Untuk Menentukan nasib sendiri
- Hak untuk memilih sistem ekonomi, sosial dan budaya sendiri.
- Hak untuk menguasai sumber daya alam.
BAB III PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dapat
disimpulkan bahwa Subjek Hukum Internasional adalah semua pihak yang dapat
dibebani oleh hak dan kewajiban yang diatur oleh Hukum Internasional. Hak dan
kewajiban tersebut berasal dari semua ketentuan baik yang bersifat formal
ataupun non-formal dari perjanjian internasional ataupun dari kebiasaan
internasional.[9]
Berdasarkan definisi subjek hukum
internasional yang telah diuraikan di atas maka dapat kita ketahui bahwa yang
menjadi subyek hukum Internasional meliputi:
- Negara yang Berdaulat
- Gabungan Negara-Negara
- Tahta Suci Vatikan
- Organisasi Internasional (OI) baik yang Bilateral, Regional maupun Multilateral
- Palang Merah Internasional
- Individu yang mempunyai criteria tertentu
- Pemberontak (Belligerent) atau Pihak Yang bersengketa
- Penjahat Perang atau Genocide
Negara merupakan subjek hukum
terpenting dibanding dengan subjek hukum internasional lainnya. Banyak sarjana
yang memberikan definisi terhadap negara, antara lain C. Humprey Wadlock
yang memberi pengertian negara sebagai suatu lembaga (institution), atau
suatu wadah di mana manusia mencapai tujuan-tujuannya dan dapat melaksanakan
kegiatan-kegiatannya. Negara sebagai pribadi hukum internasional harus memiliki
syarat-syarat atau unsure-unsur konstitutif sebagai berikut:
- Penduduk yang tetap
- Wilayah tertentu
- Pemerintahan
- Kemampuan mengadakan hubungan dengan negara lain
Subjek hukum yang kedua ialah
Gabungan Negara-negara, yang termasuk dengan gabungan negara-negara ialah
Negara Federal, Gabungan Negara-Negara Merdeka yang mempunyai dua macam bentuk
yaitu uni riil dan uni personil. Yang dimaksud uni riil adalah penggabungan dua
Negara atau lebih melalui suatu perjanjian internasional dan berada di
bawah kepala Negara yang sama dan melakukan kegiatan internasional sebagai satu
kesatuan. Uni Personil terbentuk bila dua Negara berdaulat menggabungkan diri
karena mempunyai raja yang sama. Dalam uni personil masing-masing Negara tetap
merupakan raja yang sama. Yang terakhir adalah Negara Konfederasi.
Tahta Suci Vatikan merupakan suatu
contoh dari pada suatu subyek hukum inteenasional yang telah ada di samping
Negara-negara. Hal ini merupakan peninggalan (atau kelanjutan) sejarah
sejak zaman dahulu di samping negardi akui sebagai subyek hukum internasional
berdasarkan Traktat Lateran tanggal 11 Februari 1929, antara pemerintah Italia
dan Tahta Suci Vatikan mengenai penyerahan sebidang tanah di Roma. Perjanjian
Lateran tersebut pada sisi lain dapat dipandang sebagai pengakuan Italia atas
eksistensi Tahta Suci sebagai pribadi hukum internasional yang berdiri sendiri,
walaupun tugas dan kewenangannya, tidak seluas tugas dan kewenangan negara,
sebab hanya terbatas pada bidang kerohanian dan kemanusiaan, sehingga hanya
memiliki kekuatan moral saja, namun wibawa Paus sebagai pemimpin tertinggi
Tahta Suci dan umat Katholik sedunia, sudah diakui secara luas di seluruh
dunia. Oleh karena itu, banyak negara membuka hubungan diplomatik dengan Tahta
Suci, dengan cara menempatkan kedutaan besarnya di Vatikan dan demikian juga
sebaliknya Tahta Suci juga menempatkan kedutaan besarnya di berbagai negara.[10]
Organisasi internasional atau
organisasi antar pemerintah merupakan subjek hukum internasional setelah
Negara. Negara-negaralah sebagai subjek asli hukum internasional yang
mendirikan organisasi sebagi sebjek asli hukum internasional yang mendirikan
organisasi-organisasi internasional. Walaupun organisasi-organisasi ini baru
lahir pada akhir abad ke -19 akan tetapi perkembangannya sangat cepat setelah
berakhirnya Perang Dunia II. Fenomena ini berkembang bukan saja pada tingkat
niversal tetapi juga pada tingkat regional.
Sebenarnya Palang Merah
Internasional, hanyalah merupakan salah satu jenis organisasi internasional.
Namun karena faktor sejarah, keberadaan Palang Merah Internasional di dalam
hubungan dan hukum internasional menjadi sangat unik dan di samping itu juga
menjadi sangat strategis.
Lahirnya Deklarasi Universal tentang
Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) pada tanggal
10 Desember 1948 diikuti dengan lahirnya beberapa konvensi-konvensi hak asasi
manusia di berbagai kawasan, dan hal ini semakin mengukuhkan eksistensi
individu sebagai subyek hukum internasional yang mandiri.
Kaum belligerensi pada awalnya
muncul sebagai akibat dari masalah dalam negeri suatu negara berdaulat. Salah
satu sikap yang dapat diambil oleh adalah mengakui eksistensi atau menerima
kaum pemberontak sebagai pribadi yang berdiri sendiri, walaupun sikap ini akan
dipandang sebagai tindakan tidak bersahabat oleh pemerintah negara tempat
pemberontakan terjadi. Dengan pengakuan tersebut, berarti bahwa dari sudut
pandang negara yang mengakuinya, kaum pemberontak menempati status sebagai
pribadi atau subyek hukum internasional.
DAFTAR PUSTAKA
¥ Prof. Dr.
Mochtar Kusumaatmaja SH. LLM. 1981. Pengantar Hukum Internasional. Bandung :
Rosda Offset Bandung
¥ Dr. Boer
Mauna. 2005. Hukum Internasional Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam Era
Dinamika Global. Bandung : PT Alumni
¥ Phartiana I
Wayan, 2003, Pengantar Hukum Internasional, Penerbit Mandar maju,
Bandung
¥ Chairul
Anwar, SH. 1989. Hukum Internasional Pengantar Hukum Bangsa-Bangsa.Jakarta :
Djambatan
¥ Ardiwisastra
Yudha Bhakti, 2003, Hukum Internasional, Bunga Rampai, Alumni, Bandung
¥ JG. Starke.
2001. Pengantar Hukum Internasional Edisi Kesepuluh. Jakarta :Sinar Grafika.
Sumber internet :
þ Elisa.ugm.ac.id/chapter_view.php?HKU.1012_Jaka.T.
þ www.wikipedia.org/wiki/
þ www.pdf-search-engine.com/subjek-hukum-internasional-pdf.html
þ .id.answer.yahoo.com/question/inex?qid
þ www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id
þ ads.masbuchin.com/search/subjek+hukum
[1] Kusumaatmadja, 1999; 1
[2] Phartiana, 2003; 4
[3] Kusumaatmadja, 1999; 2
[4] Istanto, Ibid: 16; Mauna, 2001:12
[5] Phartiana, 2003, 125
[6] (PDF) Transnasional Yayasan Perdamaian
dan Masa Depan Penelitian. Diperoleh 2008/06/27
[7] “FAQ: Apa bahasa resmi Perserikatan
Bangsa-Bangsa?”.(UN Department for General Assembly and Content Management .
Retrieved 2008-09-21)
[8] (Phartiana, 2003; 123)
[10] (Phartiana, 2003, 125)